Selasa, 28 Oktober 2008

hidup tidak akan pernah sama lagi, bro!

kawan,

hari kemarin yg pernah kita lewati
meneguhkanku akan sebuah sikap
bahwa hidup memang harus berbagi
dan persahabatan kita haruslah abadi

tak soal berapa lama waktu yang bisa kita lalui lagi
walaupun juga tak begitu mudah untuk kita bisa sering berbagi
dalam putaran waktu yang masih tersisa di kehidupan sekarang

mungkin kita telah banyak berubah
tentang sikap kita dalam memandang dunia
mungkin ada yang memandang hidup sekedar punya dua warna
hitam dan putih
bahkan ada yang memang tak peduli
namun aku,
telah telanjur mencintai Indonesia dengan segenap hati
dengan segenap warna pelangi

Kamis, 23 Oktober 2008

mencoba meluruskan kembali arah perjalanan

jauh sudah aku melangkah.
meninggalkan titik nol.
awal di mana dunia ini seolah-olah asing bagiku.

tapi perjalanan itu belum juga berakhir.
untukku, untukmu, untuk kita...
untuk Indonesia...

Kamis, 31 Juli 2008

BELAJAR MA’RIFATULLAH

Pendahuluan
  • Umat manusia mempercayai adanya Tuhan yang mengatur alam semesta
  • Dari Polytheisme menjadi Monotheisme
  • Keyakinan tentang Keesaan Allah SWT (QS Fathir 35 : 30 & 15 serta QS Yusuf 12 : 39)
Siapa atau Apa Tuhan itu?
  • Al Qur’an tidak menguraikan tentang Wujud Tuhan
  • Al Qur’an hanya mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan dan hal tsb merupakan fitrah bagi setiap manusia sejak asal kejadiannya (QS Al-Rum 30 : 30 dan Al-A’raf 7 : 172)
  • Hadis Qudsi : Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, Aku berkehendak untuk dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku
Definisi Iman
  • Iman pada umumnya diterjemahkan sebagai “kepercayaan” atau “ketaatan”
  • Definisi iman menurut DR. M. Husaini Behesyti adalah kepercayaan yang tulus kepada seseorang atas suatu prinsip

Iman kepada Allah SWT
  • Rukun Iman ada 6 perkara (Iman kepada Allah SWT, Malaikat2-Nya, Kitab2-Nya, Rasul2-Nya, Hari Akhir & Qadha-Qadhar-Nya)
  • Kewajiban yang pertama bagi manusia adalah mengenal Allah SWT dengan sepenuh keyakinan
  • Pokok dan dasar agama adalah mengenal dan memahami sebenar-benarnya Tuhan yang disembah, sebelum melakukan ibadah
  • Iman kepada Allah SWT mencakup pengesaan Allah SWT dalam tiga hal : rububiyyah, uluhiyyah dan al asma wash-shifat
  • Tauhid rububiyyah adalah meyakini dengan mantap bahwa Allah SWT adalah Rabb segala sesuatu dan tiada Rabb selain Dia
  • Tauhid uluhiyyah adalah keyakinan yang mantap bahwa Allah SWT adalah Ilah yang benar dan tidak ada Ilah selain Dia serta mengesakan-Nya dalam beribadah (pengabdian)
  • Tauhid asma wash-shifat adalah meyakini secara mantap bahwa Allah SWT menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya
Ma’rifatullah
  • Sabda Rasulullah SAW, “Saya – Ya Allah – tidak menjangkau pujian untuk-Mu dan mencakup sifat-sifat ketuhanan-Mu. Hanya Engkau sendiri yang mampu untuk itu” (H.R. Ahmad)
  • Sahabat Abubakar Asshidiq ketika ditanya “Bagaimana Engkau mengenal Tuhanmu”? Beliau menjawab “Aku mengenal Tuhan melalui Tuhanku. Seandainya Dia tak Ada, Aku tak mengenal-Nya”. Selanjutnya ketika beliau ditanya, “Bagaimana Anda mengenal-Nya?”, Beliau menjawab,” Ketidakmampuan mengenal-Nya adalah pengenalan.
  • Sahabat Ali bin Abi Thalib RA pernah ditanya oleh sahabatnya Zi’lib Alyamani, “Wahai Amirul Mukminin, Apakah Engkau pernah melihat Tuhanmu?”. Jawab Ali RA, “Apakah aku menyembah apa yang tidak kulihat”. “Bagaimana Engkau melihat-Nya”. Ali RA pun menjawab lagi, “Dia tidak dapat dilihat dengan pandangan mata, tetapi dijangkau oleh akal dengan hakekat keimanan”.
  • Al-Ghazali sebelum menjawab pertanyaan adakah jalan yang dapat ditempuh untuk mengenal Allah SWT? Dia memberi contoh lebih kurang sebagai berikut : “Seandainya seorang anak atau seorang impoten bertanya bagaimaina caranya mengetahui nikmatnya –maaf- hubungan seks serta apa hakekatnya?”, maka ada dua jalan untuk menjelaskannya. Pertama, menggambarkan kepadanya hubungan seks sampai dia mengetahuinya; dan Kedua, memintanya untuk bersabar sampai ia mampu melakukan hubungan seks dan merasakan nikmatnya. Cara yang kedua inilah yang mengantar kepada pengenalan yang sempurna. Adapun yang pertama, maka ia tidak mengantar kecuali kepada perkiraan yang rapuh.
  • Mengenal Allah SWT pun demikian menurut Al-Ghazali. Ada dua jalan untuk mencapainya, yang pertama terbatas, dan yang kedua buntu. Yang terbatas adalah dengan menyebut nama dan sifat-sifat-Nya. Caranya adalah memberikan nama / perumpamaan dari diri kita dan apa yang kita kenal.

Tingkatan-tingkatan Ma’rifatullah
  • Siapa yang mendengar nama-nama Allah SWT, memahami dari segi bahasa tafsiran dan sifatnya serta meyakini bahwa makna tersebut wujud di sisi Allah SWT, maka sebenarnya dia baru mendapat bagian yang sedikit, dan masih rendah tingkatannya, tidak wajar baginya berbangga dengan apa yang dimilikinya.
  • Pengetahuan tentang makna nama-nama Allah SWT yang indah itu, dalam bentuk ‘mukasyafah’ (terbukanya tabir penutup) dan ‘musyahadah’ (disaksikan dengan pandangan mata hati yang bersih)
  • Merasakan keagungan dari apa yang diketahui pada tingkat pertama, sehingga mendorong mereka menjadi berbudi pekerti luhur, dengan sifat-sifat Yang Maha Agung itu agar mereka mendekat kepada-Nya
  • Upaya sungguh-sungguh untuk meraih sifat-sifat Ilahi itu, menghiasi diri dan berakhlah dengannya, sehingga ia menjadi seorang ‘Rabbany’ dan ketika itu yang bersangkutan menjadi teman para malaikat
Kesimpulan
  • Ketidakmampuan mengenal Allah SWT adalah pengenalan kepada-Nya memang demikianlah adanya, namun apakah dengan demikian persoalan telah selesai?
  • Jelas tidak, karena kita ingin berinteraksi dengan-Nya, kita tidak hanya ingin patuh, tetapi juga kagum dan cinta serta ingin meneladani akhlak Allah SWT dan menghiasi diri dengan makna sifat-sifat dan Asma’-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.
  • Dengan mengenal Allah SWT, seseorang akan berbudi pekerti yang sangat luhur, karena keindahan sifat-sifat-Nya akan melahirkan optimisme dalam kehidupannya sekaligus mendorongnya berupaya meneladani sifat-sifat tersebut sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya sebagai makhluk
Daftar Pustaka
  • Al Qur’an
  • Behesyti, Muhammad Husaini., Mencari Hakikat Agama, 2003, Alih bahasa Abdullah Ali, Penerbit Arasy, Bandung
  • Habib Usman bin Yahya, Awaluddin : Sifat Dua Puluh, 1324 H, Penerbit S.A. Alaydrus, Jakarta
  • Shihab, Quraish., Menyingkap Tabir Ilahi, 1998, Penerbit Lentera Hati, Jakarta
  • Shihab, Quraish., Wawasan Al-Quran, 1996, Penerbit Mizan, Jakarta
  • Yasin, Muhammad Yasin., Iman, 2002, Alih bahasa Tate Qomaruddin, Penerbit Asy-Syaamil, Bandung

Awal Beragama adalah Mengenal Tuhan dengan Sebenar-benarnya

Dalam kitab Zubad diterangkan :
“Kewajiban yang pertama bagi manusia adalah mengenal Allah dengan sepenuh keyakinan”

Dalam Sifat 20, Habib Usman bin Abdulllah bin Yahya mengutip fatwa Habib Thahir bin Husain di mana :
“Pokok dan dasar agama adalah mengenal dan memahami sebenar-benarnya Tuhan yang disembah, sebelum melakukan ibadat. Dan itulah hakikat makna syahadat”.

Quraish Shihab (Wawasan Al-Qur’an, 1996, hal 15) mengutip Syaikh Abdul Halim Mahmud yang pernah menegaskan :
“Jangankan Al-Qur’an, Kitab Taurat dan Injil dalam bentuknya yang sekarang pun (Perjanjian Lama dan Baru) tidak menguraikan tentang wujud Tuhan”

Siapa yang mendengar nama-nama Allah SWT, memahami dari segi bahasa tafsiran dan sifatnya serta meyakini bahwa makna tersebut wujud di sisi Allah SWT, maka sebenarnya dia baru mendapat bagian yang sedikit, dan masih rendah tingkatannya, tidak wajar baginya berbangga dengan apa yang dimilikinya. (Al-Ghazali)